SMP Negeri 17 Tanjung Jabung Timur

Minggu, 07 September 2014

DAUN PUN BISA BERNILAI TINGGI


Daun Pun Bisa Bernilai Seni Tinggi - LINDA.jpgMESKI agak minim dari segi pariwisatanya, namun Jambi memiliki nilai plus dalam hal sumber daya alamnya. Termasuk sumber alam untuk membuat berbagai macam kerajinan. Jambi terbukti memiliki cukup banyak bahan baku pembuatan kerajinan kualitas bagus yang tidak banyak ditemui di daerah lain. Pandan minyak misalnya. Dari beragam jenis pandan, Jambi memiliki jenis pandan non duri yang banyak ditemukan di kabupaten Tanjung Jabung Timur. Pandan minyak tanpa duri dipercaya memiliki struktur yang paling baik untuk membuat berbagai macam kerajinan anyaman.
Informasi menarik tersebut langsung saja Tribun dapatkan tak lama setelah berbincang dengan Linda Wati, seorang pengrajin sekaligus instruktur kerajinan anyaman pandan asal desa Rano, kabupaten Tanjung Jabung Timur. Perempuan berjilbab ini dengan antusias menjelaskan mengenai potensi alam yang ada di Jambi, khususnya dari daerah asalnya. Banyak tanaman yang dapat diolah menjadi kerajinan bernilai tinggi, baik dari pandan, pelepah pisang, kulit jagung dan lain sebagainya.
Linda, begitu sapaan akrabnya, bukanlah selebritis maupun pejabat tinggi. Namun sumbangsihnya terhadap kerajinan dan pemberdayaan masyarakat membuat namanya familiar di telinga masyarakat. Sumber alam yang biasanya hanya ditelantarkan begitu saja tanpa ada pemanfaatannya mulai ia rubah menjadi benda bernilai jual yang menarik. Hal itu berdampak pada aktivitas masyarakat. Masyarakat yang tadinya cenderung memiliki banyak waktu luang, dapat memanfaatkannya untuk berkarya dan menghasilkan uang.
“Kita memiliki banyak potensi, terlalu sayang kalau tidak dimanfaatkan. Sekarang ada sekitar 20 warga yang mengerjakan kerajinan ini. Ini menjadi hal positif, karena mereka dapat mengisi waktu dengan berkarya di rumah dan itu juga dapat menambah pemasukan mereka,” paparnya, antusias.
Perempuan kelahiran 17 Juli ini mulai mengenal anyaman sejak kecil karena orang tuanya terbiasa membuat anyaman sekedar untuk alas duduk. Ia mulai tertarik mempelajari anyaman ini kisaran 2001. Namun saat itu ia hanya membuat untuk keperluannya sendiri. Melihat potensi yang ada di Sabak, iapun mencoba mengkreasikan berbagai kerajinan lainnya seperti bunga hias, bros hingga tas dari anyaman pandan.
Berbekal peralatan seadanya, sulung empat bersaudara ini menjajal satu demi satu kreasi hingga akhirnya potensinya mendapat perhatian berbagai pihak, baik pemerintah maupun swasta. Akhir 2004, ia diutus magang di Palangkaraya untuk memperdalam seni kriya, dan itu menjadi langkah awalnya mengajarkan seni kerajinan ini kepada orang-orang di sekitarnya. Sejak saat itu iapun dipercaya untuk mengisi bazaar pameran, mewakili pemkab setempat,dalam berbagai acara, termasuk mendirikan kelompok usaha bersama Radesta yang ia pimpin.
“Yang jelas saya berterima kasih banyak buat pak bupati dan ibu, dekranas, Dinas Perindag Tanjabtim dan Petrochina yang telah memberikan dukungan dan bantuan untuk KUB Radesta,” sebutnya.
Ada pengalaman menarik saat ia mewakili kabupaten Tanjabtim dalam sebuah pameran yang diadakan di Kota Jambi. Menjaga bazaar yang digelar disperindag, Linda memajang beberapa hasil kerajinannya, mulai dari bros, dompet hingga tas. Namun hasil kerajinannya sempat diragukan pengunjung karena terlihat mencolok dan berbeda dari kerajinan dari daerah lain.
“Dulu pertama-pertama ikut pameran, pernah dibilang bohong. Tamu ada yang nggak percaya kalau kerajinan yang kita tampilkan benar-benar dari Tanjung Jabung Timur. Mereka berfikir kita memajang kerajinan yang sengaja kita beli dari Jawa karena finishingnya yang bagus. Ya kita ambil sisi positifnya saja bahwa secara tidak langsung kerajinan kita berarti tak kalah dengan daerah lain,” paparnya.

Sumber : Tribun Jambi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar